RONGGO WARSITO
Masyarakat Jawa
tidak akan gampang melupakan sastrawan dan pujangga besar bernama Raden Ngabehi (R. Ng.) Ronggowarsito.
Tokoh yang hidup pada masa ke-emasan Keraton
Surakarta tersebut adalah pujangga besar yang telah meninggalkan ‘warisan piwulang yang sangat berharga’ berupa
puluhan serat yang mempunyai nilai dan capaian
estika menakjubkan. Ketekunannya pada sastra, budaya, teologi serta ditunjang bakat, mendudukkan ia sebagai pujangga
terakhir Keraton Surakarta.
Pada hari Senin
Legi tanggal 10 Zulkaidah tahun Jawa 1728 atau tanggal 15 Maret 1802 Masehi kurang lebih jam 12.00 siang
lahirlah seorang bayi putra dari RM. Ng. Pajangsworo dirumah kakek yang bernama R. Ng. Yosodipuro I, seorang Pujangga Keraton yang
terkenal dijamannya. Bayi yang baru lahir itu diberi nama Bagus Burham.
Menurut serat
"CANDRA KANTHA" buatan Raden Ngabehi Tjondropradoto antara lain
menyebutkan bahwa : Raden Patah
berputera R. Tejo ( Pangeran Pamekas). Pangeran Pamekas berputra Panembahan
Tejowulan di Jogorogo.Panembahan Tejowulan berputra Tumenggung Sujonoputro
seorang pujangga keraton Pajang. Kemudian Raden Tumenggung Sujonoputro berputra
Tumenggung Tirtowiguno. Sedangkan Tumenggung Tirtowiguno ini mempunyai putra R.
Ng.Yosodipuro I pujangga keraton Surakarta. Kemudian sang pujangga berputra R. Ng.
Yosodipuro II (Raden Tumenggung Sastronegoro) ayah dari Bagus
Burham. (Dari sumber lain menyebutkan bahwa R. Tumenggung Sastronegoro bukan ayah Bagus Burham tetapi kakeknya). Dari silsilah tersebut diketahui bahwa Bagus Burham masih ada keturunan darah raja.
Burham. (Dari sumber lain menyebutkan bahwa R. Tumenggung Sastronegoro bukan ayah Bagus Burham tetapi kakeknya). Dari silsilah tersebut diketahui bahwa Bagus Burham masih ada keturunan darah raja.
Sejak umur 2
tahun sampai 12 tahun Bagus Burham ikut kakeknya. Ayahnya bernama R. Tumenggung Sastronegoro II yang mengharapkan anaknya
dikelak kemudian hari menjadi orang yang berguna bagi bangsa dan negaranya.
Semasa kecil beliau diasuh oleh abdi yang amat kasih bernama Ki Tanudjaja. Hubungan dan pergaulan keduanya membuat Ranggawaraita memiliki jiwa cinta kasih dengan orang-orang kecil (wong cilik).
Ki Tanudjaja
mempengaruhi kepribadian Ranggawarsita dalam penghargaannya
kepada wong cilik dan berkemampuan terbatas. Karena pergaulan itu, maka dikemudian hari, watak Bagus Burham berkembang menjadi semakin bijaksana.
kepada wong cilik dan berkemampuan terbatas. Karena pergaulan itu, maka dikemudian hari, watak Bagus Burham berkembang menjadi semakin bijaksana.
Kakeknya, R.T.
Sastronagoro yang pertama kali
menemukan satu jiwa yang teguh dan bakat yang besar di balik kenakalan Burham kecil yang memang terkenal bengal. Menjelang
dewasa (1813 Masehi), oleh sang ayah,
Bagus Burham dikirim ketempat pendidikan yang memungkinkan dapat mendidik anaknya lebih baik dari dirinya sendiri. Waktu itu pondok Pesantren dikawasan Ponorogo
yang dipimpin oleh Kyai Imam Besari terkanal sampai dipusat Kerajaan Surakarta. Kesanalah Bagus
Burham dikirim untuk mendapatkan tambahan ilmu lahir batin serta keagamaan. Pondok Tegalsari yang
dipimpin Kyai Imam Besari ini mempunyai
murid yang banyak dan memiliki kepandaian yang pilih tanding. Tanggung jawab
selama berguru itu sepenuhnya diserahkan pada Ki Tanudjaja.
Ternyata telah
lebih dua bulan, tidak maju-maju, dan ia
sangat ketinggalan dengan teman seangkatannya. Disamping itu, Bagus Burham di Ponorogo mempunyai tabiat
buruk yang berupa kesukaan berjudi. Ditempat yang baru itu Bagus Burham sangat
malas. Ditambah lagi lebih suka menjalankan
maksiat dari pada mengaji. Berjudi adalah merupakan pekerjaannya setiap hari. Juga pekerjaan maksiat yang lainnya.
Adu ayam termasuk kesukaan yang tidak pernah diluangkan. Dari pada mengaji hari-harinya dihabiskan
dimeja-meja judi dari satu desa ke desa
lainnya. Sehingga terkenallah Bagus Burham bukan sebagai santri yang soleh
tetapi sebagai penjudi ulung dikalangan orang-orang di daerah Ponorogo.Dalam
tempo kurang satu tahun bekal 500 reyal habis bahkan 2 (dua) kudanyapun telah
dijual. Sedangkan kemajuannya dalam belajar belum nampak. Dasar seorang anak Tumenggung, uang banyak dan biasanya
dimanja oleh orang tua atau kakeknya.
Karena kegemarannya bermain judi, adu ayam dan perbuatan-perbuatan maksiat yang lain Bagus Burham banyak
berkenalan dengan warok-warok Ponorogo yang satu kegemaran. Perbuatan putra Tumenggung ini sangat
merepotkan hari Kyai Imam Besari.
Diharapkan seorang putra priyayi keraton ini akan memberi suri teladan bagi
muridmurid(santri-santri) yang lein tetapi ternyata sebaliknya. Seringkali
Bagus Burham mendapat teguran dan marah dari Kyai Besari. Namun hal itu tidak
merubah sifatnya. Dia tetap penjudi,
tetap penyabung ayam, tetap gemar pada tindakan-tindakan yang menjurus ke
maksiat.
Kyai Imam Besari
menyalahkan Ki Tanudjaja sebagai pamong
yang selalu menuruti kehendak Bagus Burham yang kurang baik itu. Burham dan Ki Tanudjaja dengan diam-diam menghilang dari Pondok Gebang Tinatar menuju ke Mara. Disini mereka tinggal di rumah Ki ngasan Ngali saudara sepupu Ki Tanudjaja. Menurut rencana, dari Mara mereka akan menuju ke Kediri, untuk menghadap Bupati Kediri Pangeran Adipati cakraningrat. Namun atas petunjuk Ki Ngasan Ngali, mereka berdua tidak perlu ke Kediri, melainkan cukup menunggu kehadiran Sang Adipati Cakraningrat di Madiun saja, karena sang Adi pati akan mampir di Madiun dalam rangka menghadap ke Kraton Surakarta. Selama menunggu kehadiran Adipati Cakraningrat itu, Bagus Burham dan Ki Tanudjaja berjualan 'klitikan' (barang bekas yang bermacam-macam yang mungkin masih bisa digunakan). Di pasar inilah Bagus Burham berjumpa dengan Raden kanjeng Gombak, putri Adipati Cakraningrat, yang kelak menjadi isterinya.
yang selalu menuruti kehendak Bagus Burham yang kurang baik itu. Burham dan Ki Tanudjaja dengan diam-diam menghilang dari Pondok Gebang Tinatar menuju ke Mara. Disini mereka tinggal di rumah Ki ngasan Ngali saudara sepupu Ki Tanudjaja. Menurut rencana, dari Mara mereka akan menuju ke Kediri, untuk menghadap Bupati Kediri Pangeran Adipati cakraningrat. Namun atas petunjuk Ki Ngasan Ngali, mereka berdua tidak perlu ke Kediri, melainkan cukup menunggu kehadiran Sang Adipati Cakraningrat di Madiun saja, karena sang Adi pati akan mampir di Madiun dalam rangka menghadap ke Kraton Surakarta. Selama menunggu kehadiran Adipati Cakraningrat itu, Bagus Burham dan Ki Tanudjaja berjualan 'klitikan' (barang bekas yang bermacam-macam yang mungkin masih bisa digunakan). Di pasar inilah Bagus Burham berjumpa dengan Raden kanjeng Gombak, putri Adipati Cakraningrat, yang kelak menjadi isterinya.
Kyai Imam Besari melaporkan peristiwa kepergian Bagus Burham dan Ki Tanudjaja kepada ayahanda serta neneknya diSolo/Surakarta. Betapa bingungnya Raden Tumenggung Sastronegoro tatkala mendapat laporan Kyai Imam Besari bahwa puteranya pergi dari Tegalsari. Raden Tumenggung Sastranegara memahami perihal itu, dan meminta kepada Kyai Imam Besari untuk ikut serta mencarinya.
Kyai Imam Besari
kembali dari Keraton Solo mendapat laporan dari penduduk Tegalsari bahwa
sekarang daerah Tegalsari tidak aman. Banyak pencuri serta tanaman diserang
hama. Kyai Imam Besari memohon petunjuak dari Tuhan. Mendapatkan ilham bahwa
keadaan daerahnya akan kembali aman damai apabila Bagus Burham kembali ke
Tegalsari lagi. Oleh karena itu Kyai Imam Besari segera mengutus ki Kromoleyo
agar supaya berangkat mencari kemana gerangan perginya Bagus Burham.
Selanjutnya Ki Jasana dan Ki Kramaleya
diperintahkan mencarinya. Bagi Ki Kromoleyo bukan pekerjaan yang sulit mencari
Bagus Burham. Sebab dia tahu kehidupun macam apa yang digemari Bagus Burham.
Tempat judi, tempat adu ayam. Itulah sasaran Ki Kromoleyo.Para penjudi dan
pengadu ayam ditanyakan apakah kenal dengan pemuda yang bernama Bagus Burham.
Orangnya tampan. Jejak Bagus Burham akhirnya terbau juga. Ki Kromoleyo dapat menemukan
Bagus Burham dan mengajak kembali keTegalsari. Namun Bagus Burham tidak mau.
Karena bujukan Ki
Josono utusan orang tuanya yang kebetulan juga sudah menemukan tempat Bagus
Burham maka kembalilah Bagus Burham ke Tegalsari. Ketika kembali ke Pondok, kenakalan
Bagus Burham tidak mereda. Kyai Imam Besari menghadapi Bagus Burham dengan cara
lain. Sebab ternyata sekembalinya dari petualangannya Bagus Burham bukan
semakin rajin mengaji tetapi semakin goblok dan bodoh. Tampaknya menghadapi murid yang demikian Kyai yang sudah
berpengalaman itu lalu mengambil jalan lain. Bagus Burham tidak langsung diajar
mengaji seperti santri-santri yang lain. Dia bukan keturunang orang biasa
tetapi masih memiliki darah satriya. Maka tidak mengherankan kalau dia juga
memiliki/mewarisi sifat-sifat leluhurnya. Gemar sekali kepada hal-hal yang
memperlihatkan kejantanan seperti adu ayam dan lain sebagainya. Darah bangsawan yang biasanya sangat suka
adu jago tetapi gemar melakukan tapa brata. Kesinilah Imam Kyai Besari
mengarahkan. Disamping diberi pelajaran mengaji seperti murid yang lain maka
Bagus Burham juga disuruh melakukan "tapa
kungkum". Dari sini terbukalah hati Bagus Burham. Dikeheningan malam,
dengen gemriciknya suara air, diatasnya bintang-bintang berkelap-kelip seolah-oleh
menyadarkan Bagus Burham yang usianya juga sudah semakin dewasa itu. Dengan demikian muncul kesadaran baru
untuk berbuat baik dan luhur, sesuai dengan kemampuannya. Akhirnya Bagus
Burham menyesali perbuatannya dan sungguh-sungguh menyesal atas tindakannya
yang kurang baik itu. Dengan
kesadarannya, ia lalu berusaha keras untuk menebus ketinggalannya dan berjanji
tidak mengulangi kesalahannya, ia juga berusaha untuk memperhatikan keadaan
sekitarnya, yang pada akhirnya justru mendorongnya untuk mengejar ketinggalan
dalam belajar. Setelah menjalani tapa kungkum selama 40 hari lamanya maka Bagus
Burham tumbuh menjadi anak yang pandai. Kyai Imam Besari tersenyum lega melihat
perkembangan anak asuhnya yang paling bengal itu. Terapinya kena sekali.
Padahal terapi itu hanya berdasarkan dongeng yang pernah didengarnya.Bahwa
dahulu kala ada seorang pemuda yang bengal, nakal, penjudi, pemalas,perampok
yang bernama Ken Arok. Namun karena ketekunan seorang pendidik yang bernama Loh
Gawe maka akhirnya Ken Arok enjadi raja di Singosari. Menurunkan raja-raja
besar di tanah Jawa. Dari Mojopahit sampai ke Surakarta semua menurut silsilah masih keturunan langsung
dari Ken Arok. Dan R. Patah pun keturunan Ken Arok. Jadi Bagus
Burham juga keturunan Ken Arok. Siapa tahu kenakalannya juga turunan yang
dikelak kemudian hari akan menjadi orang yang luar biasa.
Sejak saat itu,
Bagus Burham belajar dengan lancar dan cepat, sehingga Kyai Imam Besari dan teman-teman Bagus Burham
menjadi heran atas kemajuan Bagus Burham itu. Dalam waktu singkat, Bagus Burham mampu melebihi
kawan-kawannya. Bagus Burham
menjadi murid yang terpandai. Selama 4 tahun dipondok Tegalsari ilmu gurunya
sudah terkuran habis. Tidak ada sisanya lagi. Kyai Imam Besari memuji keluhuran
Tuhannya. Dia melimpahkan habis
ilmunya kepada muridnya. Setelah dirasa cukup maka Bagus Burham kembali ke
Surakarta dan dididik oleh neneknya sendiri, yaitu Raden Tumenggung
Sastranegara. Neneknya mendidik dengan berbagai
ilmu pengetahuan yang amat berguna baginya.
Setelah dikhitan
pada tanggal 21 Mei l8l5
Masehi, Oleh tuanya Bagus
Burham disuruh langsung ke Demak untuk belajar mengenal sastra Arab dan
kebatinan jawa pada Pangeran Kadilangu. Bagus
Burham diserahkan kepada Gusti Panembahan Buminata, untuk mempelajari bidang
Jaya-kawijayan (kepandajan untuk menolak suatu perbuatan jahat atau membuat
diri seseorang merniliki suatu kemampuan yang melebihi orang kebanyakan),
kecerdas-an dan kemampuan jiwani.
Apakah ayahnya
punya maksud agar kelak anaknya dapat menandingi kepandaian rajanya ? Bagus
Burham seorang kutu buku yang luar biasa. Dengan bekal kepandaian yang dimiliki
dari beberapa guru-gurunya, Bagus Burham kemudian menekuni soal kesusastraan
Jawa serta peninggalan-peninggalan nenek moyang. Buku-buku berbahasa kawi kuna ditelaah dan dipelajarai
sebaik-baiknya. Jiwa petualang
masih juga membara dalam kalbunya. Dia seringkali mengadakan perjalanan dari
satu daerah kedaerah yang lain. Bagus Burham meninjau tempat-tempat yang
bersejarah, tempat-tempat yang mengandung nilai-nilai historis, tempat-tempat
yang keramat, ke candi-candi dan tempat-tempat penting lainnya. Disembarang
tempat dipelbagai daerah kalau dianggap ada orang yang memiliki kepandaian
lebih maka tidak malu-malu Bagus Burham berguru para orang tersebut. Tidak
peduli dia hanyalah seorang juru
kunci atau orang biasa.
Setelah tamat
berguru, Pada usia 18 tahun sebagaimana kebiasaan
anak priyayi waktu itu ingin mengabdikan
dirinya kepada keraton. Caranya haruslah dengan magang (pegawai percobaan) pada Kadipaten Anom. Jiwa senimannya
atau darah kepujanggaannya terasa mengalir deras ditubuhnya. Tidak merasa puas
dengan pekerjaan magang tersebut. Maka Bagus Burham mohon pamit sebab dirasa
tidak ada kemajuan. Dia ingin mengembara ingin bertualan menuruti gejolak darah
senimannya. Hampir seluruh pelosok pulau Jawa telah dijelajahi oleh Bagus
Burham. Bahkan juga luar jawa sepeti Bali, Lombok, Ujung Pandang, Banjarmasin
bahkan ada sumber yang mengatakan pengembaraan Bagus Burham sampai di India dan
Srilanka. Melihat perjalanan hidupnya seperti tersebut diatas pantaslah kalau
Bagus Burham menjadi manusia yang kritis menghadapi suatu persoalan. (Ungkapan
perasaannya tampak ada karyanya " Serat Kala Tida ")
Pulang dari
pengembarannya Tanggal 28 Oktober 1818, ia diangkat menjadi pegawai keraton
dengan jabatan Carik Kaliwon di Kadipaten Anom, dengan gelar Rangga Pujangga
Anom, atau lazimnya disebut dengan Rangga Panjanganom. Bersamaan dengan itu, Mas Rangga Panjanganom melaksanakan pernikahan dengan Raden
Ajeng Gombak dan diambil anak angkat oleh Gusti panembahan Buminata. Perkawinan dilaksanakan di Buminata. Saat
itu usia Bagus Burham 21 tahun. Setelah selapan
(35 hari) perkawinan, keduanya berkunjung ke Kediri, dalam hal ini Ki Tanudjaja
ikut serta. Karena sang mertua diangkat menjadi Bupati di Kediri maka Bagus Burhampun
mengikuti ke Kediri. Ditempat tersebut yang terkenal sebagai tempat bersejarah
banyak peninggalan-peninggalan dari jaman terdahulu. Di Kediri pernah berdiri
kerajaan besar dimana salah satu rajanya adalah Sang Prabu Joyoboyo. Waktu sang prabu berkuasa agaknya keadaan negara
sangat tenteram dan damai terbukti lahirnya beberapa karya sastra besar. Sang
Prabu memerintahkan kepada Empu Sedah
dan Empu Panuluh agar menceritakan kembali atau menyusun ceritera BARATAYUDAHA dalam bahasa yang lebih
muda diambil dari buku Maha Barata asli
dari India. Demikian indahnya gubahan tersebut sehingga banyak yang mengira
bahwa kejadian itu terjadi di tanah Jawa. Sebelum raja Joyoboyo, di Kediri juga
lahir hasil sastra yang tinggi mutunya. Smara
Dahana kitab karya Empu Darmaja, juga buku Sumana Sentaka karya Triguna
merupakan hasil sastra yang sulit dicari bandingannya. Di daerah yang seperti
itu tentu saja banyak peninggalan-peninggalan berupan rontal-rontal yang
dimiliki penduduk warisan dari nenek moyang. Dengan tekun Bagus Burham di
Kediri waktunya dihabiskan untuk mempelajari rontal-rontal yang dapat
dikumpulkan dari perbagai daerah. Dari rontal-rontal, pengalaman/ pengetahuan
selama mengembara dan berguru itulah dia dapat menimba pelbagai ilmu.
Setelah berbakti
kepada mertua, kemudianBagus Burham mohon untuk berguru ke Bali yang sebelumnya
ke Surabaya. Demikian juga berguru kepada Kyai Tunggulwulung di Ngadiluwih, Kyai Ajar Wirakanta di
Ragajambi dan Kyai Ajar Sidalaku di Tabanan-Bali. Dalam kesempatan berharga
itu, beliau berhasil membawa pulang beberapa
catatan peringatan perjalanan dan kumpulan kropak-kropak serta peninggalan lama dari Bali dan Kediri ke Surakarta.
Sekembali dari
berguru, ia tinggal di Surakarta melaksanakan tugas sebagai abdi dalem keraton. Disamping gemblengan orang-orang tersebut diatas,
terdapat pula bangsawan keraton yang juga memberi dorongan kuat untuk
meningkatkan kemampuannya, sehingga karier dan martabatnya semakin meningkat.
Kemudian ia dianugerahi pangkat Mantri
Carik dengan gelar Mas ngabehi Sarataka,
pada tahun 1822. Ketika terjadi perang Diponegoro (th.1825-1830), yaitu ketika jaman Sri Paduka PB VI, ia diangkat menjadi pegawai keraton
sebagai Penewu Carik Kadipaten
Anom dengan gelar Raden
Ngabehi Ranggawarsita, yang selanjutnyabertempat tinggal di Pasar Kliwon. Dalam kesempatan itu, banyak sekali siswa-siswanya
yang terdiri orang-orang asing, seperti C.F Winter, Jonas Portier, CH Dowing, Jansen dan lainnya.
yang terdiri orang-orang asing, seperti C.F Winter, Jonas Portier, CH Dowing, Jansen dan lainnya.
Dengan CF.Winter,
Ranggawarsita membantu menyusun kitab Paramasastra Jawa dengan judul
Paramasastra Jawi.
Dengan Jonas
Portier ia membantu penerbitan majalah Bramartani, dalam kedudukannya sebagai
redaktur.Majalah ini pada jaman PB VIII dirubah namanya menjadi Juru Martani.
Namun pada jaman PB IX kembali dirubah menjadi Bramartani.
Setelah neneknya
RT. Sastranegara wafat pada tanggal 21 April 1844, R.Ng. Ranggawarsita diangkat
menjadi Kaliwon Kadipaten Anom dan menduduki jabatan sebagai Pujangga keraton
Surakarta Hadiningrat pada tahun 1845 dan
dianugerahi restu, yang terdiri dari tiga tingkatan, yaitu :
Pertama :
Pendidikan dan
pembentukan kepribadian untuk mengatasi pubersitas. Hal ini dibuktikan dengan
pendidikan Kyai Imam Besari, yang didasari oleh cinta kasih dan mengakibatkan
Bagus Burham memiliki jiwa halus, teguh dan berkemauan keras.
Kedua :
Pembentukan jiwa
seni oleh neneknya sendiri, Raden Tumenggung Sastranagara, seorang pujangga berpengetahuan luas. Dalam hal
pendidikan, RT. Sastranagara amat terkenal
dengan gubahannya Sasana Sunu dan Dasanama Jarwa. Dari neneknya, Bagus Burham mendapatkan dasar-dasar tentang
sastra Jawa.
Ketiga :
Pembentukan rasa
harga diri, kepercayaan diri dan keteguhan iman diperoleh
dari Gusti Pangeran Harya Buminata. Dari pangeran ini, diperoleh pula ilmu Jayakawijayan, kesaktian dan kanuragan. Proses inilah proses pendewasaan diri, agar siap dalam terjun kemasyarakat. dan siap menghadapai segala macam percobaan dan dinamika kehidupan.Bagus Burham secara kontinyu mendapat pendidikan lahir batin yang sesuai dengan perkembangan sifat-sifat kodratiahnya, bahkan ditambah dengan pengalamannya terjun mengembara ketempat-tempat yang dapat menggernbleng pribadinya. Seperti pengalaman ke Ngadiluwih, Ragajambi dan tanah Bali.
dari Gusti Pangeran Harya Buminata. Dari pangeran ini, diperoleh pula ilmu Jayakawijayan, kesaktian dan kanuragan. Proses inilah proses pendewasaan diri, agar siap dalam terjun kemasyarakat. dan siap menghadapai segala macam percobaan dan dinamika kehidupan.Bagus Burham secara kontinyu mendapat pendidikan lahir batin yang sesuai dengan perkembangan sifat-sifat kodratiahnya, bahkan ditambah dengan pengalamannya terjun mengembara ketempat-tempat yang dapat menggernbleng pribadinya. Seperti pengalaman ke Ngadiluwih, Ragajambi dan tanah Bali.
Pada tahun ini
juga, Ranggawarsita kawin lagi dengan
putri RMP. Jayengmarjasa. Ranggawarsita wafat pada tahun 1873 bulan Desember
hari Rabu pon tanggal 24. Di masa kematangannya sebagai pujangga,
Ronggowarsito dengan gamblang dan wijang mampu menuangkan suara jaman dalam
serat-serat yang ditulisnya. Ronggowarsito memulai karirnya sebagai sastrawan
dengan menulis Serat Jayengbaya ketika masih menjadi mantri carik di Kadipaten
Anom dengan sebutan M.Ng. Sorotoko. Dalam serat ini dia berhasil menampilkan
tokoh seorang pengangguran bernama Jayengboyo yang konyol dan lincah
bermain-main dengan khayalannya tentang pekerjaan. Sebagai seorang intelektual,
Ronggowarsito menulis banyak hal tentang sisi kehidupan. Pemikirannya tentang
dunia tasawuf tertuang diantaranya dalam Serat Wirid Hidayatjati, pengamatan
sosialnya termuat dalam Serat Kalatidha, dan kelebihan beliau dalam dunia
ramalan terdapat dalam Serat Jaka Lodhang, bahkan pada Serat Sabda Jati
terdapat sebuah ramalan tentang saat kematiannya sendiri.
waw baru tau Bib, nambah ilmu. thanks
BalasHapusitu sebenernya Bagus Burhan, bukan Burham..
BalasHapus